OTONOMI 1



OTONOMI 1


A.    Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.
Implementasi otonomi daerah bagi daerah tingkat 1 dan tingkat 2, seiring dengan pelimpahan wewenang pemerintah pusat dapat dikelompokkan dalam lima bidang yaitu implementasi dalam pembinaan wilayah, pembinaan sumber daya manusia, penanggulangan dan percepatan penurunan kemiskinan, penataan hubungan fungsional antara DPRD dan pemerintah daerah, serta peningkatan koordinasi atau kerja sama tim (team work).
  1. Implementasi Otonomi Daerah dalam Pembinaan Wilayah
  2. Pelaksanaan otonomi daerah tidak secara otomatis menghilangkan tugas, peran, dan tanggungjawab pemerintah pusat, karena otonomi yang dijalankan bukan otonomi tanpa batas. Penjelasan pasal 18 UUD 1945 menyatakan bahwa “Indonesia itu satu eenheidstaat”, Indonesia tidak akan mempunyai daerah dengan status staat atau negara. Otonomi tidak dirancang agar suatu daerah memiliki sifat-sifat seperti suatu negara. Pemerintah pusat dalam kerangka otonomi masih melakukan pembinaaan wilayah. Pembinaan wilayah dapat diartikan bagaiman mengelola dan mengerahkan segala potensi wilayah suatu daerah untuk di dayagunakan secara terpadu guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. Potensi wilayah termasuk segala potensi sumber daya yang mencakup potensi kependudukan, sosial ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan.
  3. Pola pembinaan wilayah dilaksanakan dengan mendelegasikan tugas-tugas pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dilaksanakan, dan dipertanggungjawabkan oleh pemerintah daerah. Pada prinsipnya pembinaan wilayah diserahkan kepada daerah unuk mengelola sumber daya yang potensial untuk kesejahteraan daerah, dan dalam negara kesatuan, tugas pemerintah pusat melakukan pengawasan. Bentuk pengawasan dalam otonomi daerah adalah seluruh rancangan kegiatan dan anggaran daerah tingkat II dibuat kepala daerah dan DPRD II, serta diperiksa oleh gubernur. Untuk rencana kegiatan dan anggaran tingkat I, dibuat gubernur dan DPRD I, dan diperiksa oleh menteri dalam negeri atas nama pemerintah pusat.
  4. Tugas dan fungsi pembinaan wilayah meliputi prinsip pemerintahan umum, yaitu penyelenggaraan pemerintahan pusat di daerah, memfasilitasi dan mengakomodasi kebijakan daerah, menjaga keselarasan pemerintah pusat dan daerah, menciptakan ketenteraman dan ketertiban umum, menjaga tertibnya hubungan lintas batas dan kepastian batas wilayah, menyelenggarakan kewenangan daerah, dan menjalankan kewenangan lain.
  5. Pejabat pembina wilayah dilaksankan oleh kepala daerah yang menjalankan dua macam urusan pemerintahan, yaitu urusan daerah dan urusan pemerintahan umum.
B.    Implementasi Otonomi Daerah dalam Pembinaan Sumber Daya Manusia
Pelaksaan otonomi daerah memberikan wewenang pembinaan sumber daya manusia kepada daerah. Hal ini tugas berat bagi daerah, karena SDM pada umumnya mempunyai tingkat kompetensi, sikap, dan tingkah laku yang tidak maksimal. Menurut kaloh (2002) banyak faktor yang menyebabkan kinerja pegawai negeri sipil (PNS) rendah, yaitu: (a) adanya monoloyalitas PNS kepada satu partai pada zaman ORBA, sehingga mendorong PNS bermain politik praktis atau tersembunyi, (b) prose rekrutmen PNS masih tidak sesuai dengan ketentuan yang ada berdasarkan jenis dan persyaratan pekerjaan, (c) rendahnya tingkat kesejahteraan, (d) penempatan dan jenjang karir tidak berdasarkan jenjang karir dan bidang keahlian, dan (e) PNS terkesan kurang ramah, kurang informatif, dan lamban dalam memberikan pelayanan.
Dalam era otonomi, daerah harus mempersiapkan SDM untuk memenuhi kebutuhan dan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas. Pemerintah membutuhkan PNS yang tanggap, responsip, kreatif, dan bekerja secara efektif.
1.     Untuk menunjang kinerja daerah dalam rangka kerja sama antar daerah dan pusat, pemda membutuhkan SDM yang mempunyai kemampuan mengembangkan jaringan dan kerja sam tim, dan mempunyai kualitas kerja yang tinggi.
2.     Untuk pembinaan SDM, pemda diharapkan: (1) membuat struktur organisasi yang terbuka, (2) menyediakan media untuk PNS berkreatif dan membuat terobosan baru, (3) mendorong PNS berani mengambil resiko, (4) memberikan penghargaan bagi yang berhasil, (5) mengembangkan pola komunikasi yang efektif antar PNS, (6) membangu suasana kerja di PNS yang inovatif, (7) mengurangi hambatan birokrasi, (8) mencegah tindakan intervensi yang mengganggu proses kerja profesional; dan (9) mendelegasikan tanggung jawab dengan baik.
3.     Memperbaiki cara kerja birokrasi dengan cara memberikan teladan, membuat perencanaan, melaksanakan kerja denga pengawasan yang memadai, menentukan prioritas, memecahkan masalah dengan inoivatif, melakukan komunikasi lisan dan tulisan, melakukan hubungan antar pribadi, dan memperhatikan waktu kehadiran dan kretaivitas.
4.     Mengurangi penyimpangan pelayanan birokrasi. Pelayanan pemerintah sering kali banyak mengalami penyimpangan yang disebabkan sistem birokrasi, atau keinginan menambah penghasilan dari pegawai. Pemda harus melakukan perbaikan dengan: menegakan disiplin pegawai dengan memberikan penghargaan dan sanksi, memberikan pelayanan yang berorientasi pelanggan, menetapkan tanggung jawab dengan jelas, dan mengembangkan budaya birokrasi yang bersih, serta memberikan pelayanan cepat dan tepat dengan biaya murah.
Implementasi Otonomi Daerah dalam Penanggulangan Kemiskinan
1.     Masalah merupakan masalah penting bagi pemerintah daerah. Otonomi memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sumber daya dengan tujuan peningkatan kesejahteraan penduduk di wilayahnya.
  1. Pengentasan kemiskinan menjadi tugas penting dari UU nomor 25 tahun 1999, dimana pemda mempunyai wewenang luas, dan didukung dana yang cukup dari APBD. Pengentasan kemiskinan menggunakan prinsip: penegmbangan SDM dengan memberdayakan peranan wanita, membrdayakan dan memprmudah akses keluarga miski utuk berusaha, dengan mendekatkan pada modal dan pemasaran produknya, menanggulangi bencana, dan membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat miskin.
  2. Program penanggulangan kemiskinan harus dilakukan berdasarka karakter penduduk dan wilayah, dengan melakukan koordinasi antar-instansi yang terkait.
  3. Pembangunan dalam rangka penanggulangan kemiskinan harus mengedepankan peran masyarakat dan sektor swasta, dengan melakukan ivestasi yang dapat menyerap tenaga kerja dan pasar bagi penduduk miskin.
  4. Membangun paradigma baru tentang peranan pemda, yaitu dari pelaksana menjadi fasilitor, memberikan interuksi menjadi melayani, mengatur menjadi memberdayakan masyarakat, bekerja memenuhi aturan menjadi bekerja untuk mencapai misi pembangunan.
  5. Dalam pemberdayan masyarakat, peranan pemda adalah memberikan legitimasi kepada LSM dan masyarakat penerima bantuan, menjadi penengah apabila terjadi konflik, mendorong peningkatan kemampuan keluarga miskin, turut mengendalikan pembangunan fisik, dan memberikan sosialisasi gerakan terpadu pengentasan kemiskinan.
  6. Pemda dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan dapat mengambil kebijakan keluarga, yaitu mendata dengan benar karakter keluarga miskin, mengidentifikasi tipe dan pola keluarga miskin, melakukan intervensi kebijakan, yang meliputi kebijakan penyediaan sumber daya melalui pendidikan dan pelatihan, menyediakan program yang mendorong kesempatan kerja, dan menyediakan program untuk membangun lingkungan fisik masyarakat miskin, seperti prasarana jalan, jembatan, perumahan, listrik dan air bersih, dan pada tahap akhir pemda melakukan evaluasi efektivitas dari pelaksanaan penanggulangan kemiskinan.
Implementasi Otonomi Daerah dalam Hubungan Fungsional Eksekutif dan Legislatif
1.     Hubungan eksekutif (pemda) dan legislatif (DPRD) dalam era otonomi mencuat dengan munculnya ketidakharmonisan antara pemda dan DPRD. Ketidakharmonisan dipicu oleh interprestasi dari UU nomor 22 tahun 1999, yang menyatakan peran legislatif lebih dominan dibandingkan peran pemda, dan hal ini bertentangan dengan kondisi sebelumnya, dimana pemda lebih dominan daripada DPRD.
  1. Ketidakharmonisan harus dipecahkan dengan semangat otonomi, yaitu pemberian wewenang kepada daerah untuk mengatur daerahnya dalam menjawab permasalahan rakyat, yang meliputi administrasi pemrintahan, pembangunan, dan pelayanan publik.
  2. Asas dalam otonomi menurut UU No. 22 tahun 1994 adalah: (1) penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, kecuali dalam bidang hankam, luar negeri, peradilan, agama, mpneter, dan fiskal, (2) pelimpahan wewenang pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, dan (3) pembantuan yaitu penugasan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas teretentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta SDM, dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat.
  3. Kepala daerah mempunyai wewenang memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan DPRD, bertanggung jawab kepada DPRD, dan menyampaikan laporan atas penyelenggaraan pemerintah daerah kepada presiden melalui mendagri, minimal satu tahun sekali melalui gubernur.
  4. DPRD dalam era otonomi mempunyai wewenang dan tugas: memilih gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati atau walikota/ wakil walikota, membentuk peraturan daerah, menetapkan anggaran pendapatan belanja daerah, melaksankan pengawasan. Memberikan saran pertimbangan terhadap perjanjian internasional menyangkut kepentingan daerah, serta menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat.
  5. Kepala daerah dan DPRD dalam melakukan tugasnya dapat melakukan komunikasi yang intensuf, baik untuk tukar menukar informasi, dan pengembangan regulasi maupun klarifikasi suatu masalah.
  6. Prinsip kerja dalam hubungan antara DPRD dengan kepala daerah adalah: proses pembuatan kebijakan transparan, pelaksanaan kerja melalui mekanisme akuntabilitas, bekerja berdasarkan susduk, yang mencakup kebijakan, prosedur dan tata kerja, menjalankan prinsip kompromi, dan menjunjung tinggi etika.
Implikasi Otonomi Daerah dalam Membangun Kerja Sama Tim
1.     Koordinasi merupakan maslah yang serius dalam pemerintah daerah. Sering bongkar dan pasang sarana dan prasarana seperti PAM,PLN, dan Telkom menunjukan lemahnya koordinasi selama ini.
  1. Dalam rangka otonomi, di mana pemda mempunyai wewenang mengatur enam bidang selain yang diatur pusat, maka pemda dapat mengatur sektir riil seperti transportasi, sarana/prasarana, pertanian, dan usaha kecil, serta wewenang lain yang ditentukan undang-undang.
  2. Lemahnya koordinasi selam otonomi daerah telah menimbulkan dampak negatif, di antaranya: inefisiensi organisasi dan pemborosan uang, tenaga dan alat, lemahnya kepemimpinan koordinasi yang menyebabkan keputusan tertunda-tunda, tidak tepat dan terjadi kesalahan, serta tidak terjadi integrasi dan sinkronisasi pembangunan.
  3. Penyebab kurangnya koordinasi dalam era otonomi daerah di pemda antara lain karena sesama instansi belum mempunyai visi yang sama, tidak adanya rencana pembangunan jangka panjang yang menyebabkan arah kebijakan tidak strategis, rendahnya kemauan kerja sama, gaya kepemimpinan yang masih komando, rendahnya keterampilan, integritas dan kepercayaan diri.
  4. Dalam rangka meningkatkan koordinasi, maka pemerintah daerah harus menciptakan kerja sama tim. Kerja tim dilaksanakan dengan (1) pelatihan kepada PNS pemda untuk menumbuhkan komitmen, integritas, kejujuran, rasa hormat dan percaya diri, peduli terhadap pemerintah daerah, mempunyai kemauan dan tanggung jawab, matang secara emosi, dan mempunyai kompetensi, (2) mengembangkan visi dan misi pemerintahan daerah yang menjadi acuan kerja, (3) membuat sistem kerja yang baik, yaitu adanya kejelasan tugas pokok, fungsi dan akuntabilitas pekerjaan, dan (4) membangun suasana dialogis antar pimpinan dan staf pemda.
Terkait dengan implementasi otonomi daerah, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan otonomi daerah, yaitu:
  1. Meningkatkan kualitas SDM. Yang dapat dilakukan melalui:
  2. Pelaksanaan seleksi PNS yang jelas, ketat, yang baik, serta berdasarkan pekerjaan dan spesifikasi lowongan pekerjaan.
  3. Peningkatan kompetensi, keterampilan, dan sikap melalui pelatihan dan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah, serta mengevaluasi keefektifan program pendidikan dan pelatihan.
  4. Penempatan PNS berdasarkan kompetensi, minat, dan bakat, serta kebutuhan pemerintah daerah.
  5. Pengembangan SDM yang kreatif, inovatif, fleksibel, profesional, dan sinergis di pemda.
  6. Menindaklanjuti ketentuan undang-undang tentang otonomi dengan peraturan daerah yang terkait dengan kelembagaan, kewenangan, tanggung jawab, pembiayaan, SDM, dan sarana penunjang terhadap penugasan wewenang yang dilimpahkan pemerintah pusat.
  7. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam.
  8. Mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang efektif, objektif, rasional, dan modern
C.    Keberhasilan politik dan strategi nasional
Politik dan strategi nasional Indonesia akan berhasil dengan baik dan memiliki manfaat yang seluas-luasnya bagi peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh rakyat, jikalau para warga negara terutama para penyelenggara negara memiliki moralitas, semangat, serta sikap mental yang mencerminkan kebaikan yang mana nantinya menjadi panutan bagi warganya. Dengan demikian ketahanan nasional Indonesia akan terwujud dan akan menumbuhkan kesadaran rakyat untuk bela negara, serta kesadaran nasionalisme yang tinggi namun bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa serta Kemanusiaan yang adil dan beradab
Referensi :
https://rachmandanny.wordpress.com/2015/08/03/otonomi-daerah-implementasi-politik-dan-strategi-nasional-keberhasilan-politik-dan-strategi-nasional/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan Teori Moneter klasik, Keynes dan Modern